Thursday, August 2, 2007

Pertemuan & Perkenalan

Chapter One




November 8, 1997
Malam itu udara lembap-entah mengapa aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.
Aku tiba di rumah Tyas, teman sekolahku, sendirian ditemani motor buntut kesayanganku. Hawa dingin yang lumayan menusuk tulang membuatku menutup rapat jaket yang kukenakan meski sudah tiba di halaman rumahnya. Maklum lah, musim hujan telah menyapa sejak Oktober lalu.

Setelah memarkir motorku di halaman depan, segera ku melangkah masuk ke dalam rumah. Tyas, sang yang empunya gawe menyapa hangat, "Hai Jok, pa kabar?".

Joko adalah panggilanku sewaktu SMP. Kenakalan masa remaja, membuat anak-anak sezamanku memakai nama orang tua kami sebagai nama panggilan masing-masing. Lucu memang. Bahkan tak sedikit yang tetap 'keceplosan' saat berkanjang ke rumah teman. Sehingga, tak sedikit pula yang menjadi malu saat dengan tanpa dosa menanyakan adakah si Ani atau si Budi di rumah, namun dengan tidak sadar malah menyebutkan nama orang tuanya. Karuan saja Sang bapak atau ibu teman tadi lah yang datang menemui.

Baru setelah orang yang tidak diharapkan itu muncul, anak-anak menyadarinya dengan penuh malu bercampur takut. Tapi terlambat lah sudah. Orang tua itu mengerenyutkan dahinya dengan pandangan mata penuh selidik dan tersirat sedikit amarah. Seakan-akan sedang mengingat-ingat adakah mereka mempunyai kenalan sekecil dan sekurang ajar seperti kami ini. Hahaha... Geli bila mengingat kejadian-kejadian itu.

Setelah kujawab sebentar sambil berbasa-basi tulus, aku dipersilahkannya masuk. Namun ku tak langsung memenuhinya. Di teras ku bertemu teman-teman lama. Bercanda ria dan bernostalgila, ehm, I mean: bernostal-gia, G-I-A, dengan mereka. Ha-ha-ha.. Dari sabang sampai Merauke yang berjajar pulaunya kami bersendawa. Obrolan 'ngalor-ngidul' mulai dari studi, pacar, aktivitas kesibukan masing-masing sekarang, hingga sekedar mengulang kisah-kisah konyol namun menggelikan di waktu yang lampau sangatlah menggairahkan.

Sudah cukup banyak orang yang hadir di rumah yang besar itu. Rumah yang interiornya dipenuhi beragam perabotan dari kayu. Mulai dari kursi dan meja duduk di teras, hingga berbagai pigura cantik yang menghias interior rumah.


[pukul 7 malam]
Dentangan jam ding-dong mengejutkan dan menyadarkan kami bahwa acara harus segera di mulai. Malah seharusnya sudah se-dari tadi. Pada kartu undangan yang dibagikan tertulis jelas bahwa acara di mulai 17.30.

Tapi itulah Indonesia, tanah air kita tercinta di mana kita berjanji padanya untuk menjunjungnya. Tak tahu seberapa lama lagi kita masih kuat melakukannya?!! Hahaha.. Upshh, sorry, i'm only kidding. ;-)

Di dalam ku bertemu Shinta, teman lama yang sedang berbincang asyik dengan seorang gadis yang belum pernah ku lihat sebelumnya. Gadis itu tidaklah cantik, namun sungguh mempesona. 'tuk sesaat ku diam terpana.

Sepasang matanya yang lembut menatap dan menyapaku hangat.

"Ya, TUHAN, dialah wanita terindah yang pernah kutemui selama ini!"

Bukannya mengada-ada, tapi aku boleh menghabiskan sepanjang hidupku 'tuk mencari gadis sepertinya, tapi tidak akan pernah ku berjumpa. Begitu bagus kesanku mengenainya, begitu sempurna.


Peristiwa itu mengubahku selamanya. Cinta sejati, meski hanya dari satu sisi, memang meninggalkan efek seperti itu pada diri seseorang. Tak terkecuali bagi diriku.

Aku, seorang yang tak pernah mempercayai cinta pada pandangan pertama, harus menjilat ludahku kembali dibuatnya. Ya, sungguh. Aku yang sebelumnya tidak pernah merasakan yang namanya cinta, menjadi tahu karenanya. Dan itu hanya satu kali saja.

Seorang pastor dulu pernah berkata, bahwa begitu kita jatuh cinta untuk pertama kalinya, kehidupan kita akan berubah selamanya. Betapapun kita berusaha, perasaan itu tidak akan pernah sirna dan bisa dihapuskan. Apapun yang kau lakukan, dia akan tetap ada di hatimu selamanya.

"Demikian juga adanya cinta TUHAN kepada manusia...", saat pastor itu melanjutkan kalimatnya, aku terhenti dan diam terpaku pada ucapan sebelumnya. Benar juga gumanku.
Sejak bertemu diA, Aku tak pernah sama. Bayangan kesempurnaannya menghantui hidupku. Momentum ketepatan kehadirannya membuatku makin yakin bahwa dialah penyelamatku, utusan Sorga; kalau itu bukan sekedar mitos belaka.


(bersambung...)

No comments: