Tuesday, April 29, 2008







Aku & diA





Aku & diA

by nataNaEL roNny ‘‘thoNGpO’ wijAYa
Copyright ©
MN 400 01.008


Sampul dikerjakan oleh Mi Novela


Hak cipta:
Penerbit
Mi Novela
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit
Mi Novela
http://minovelo.blogspot.com

anggota Blogger.com,

Jakarta, Juni 2006


Cetakan pertama: April 2008


Perpustakaan Nasional : Tulisan Dalam Terbitan (TDT)


Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh maupun sebagian dari tulisan ini
dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit


Dipublikasikan oleh Mi Novela
Isi diluar tanggung jawab publisher




Monday, April 28, 2008


C
hapter Four





Wyoming, Present

Matahari mulai menampakkan batang hidungnya di kejauhan.

Di balik pegunungan Rookies cahaya mentari pagi bersinar hangat, menghangatkan suasana dingin pagi di musim salju ini.

Kata para pemandu wisata, inilah waktu yang tepat untuk melihat para binatang.


Just before the sun peeks over the Teton Mountain Range and at dusk...” kata pemandu itu.

Most animals can be seen near water especially Moose...”, imbuhnya lagi bersemangat.


Selain keluarga spesies rusa terbesar itu, yang tingginya mencapai tujuh setengah kaki, panjang badan hingga sepuluh kaki, dengan berat mencapai seribu lb; pegunungan menakjubkan ini juga menjadi rumah bagi lebih kurang tujuh puluh mamalia lainnya. Beruang hitam, Grizzly bear atau lebih dikenal beruang coklat dan rubah merah. Juga ada serigala khas Wyoming, Coyote atau yang lebih dikenal oleh penduduk lokal sebagai kye-OAT, seperti aka timber wolf (serigala abu-abu), adalah predator utama di Greater Yellowstone.

Taman Nasional Grand Teton juga menjadi kediaman berbagai jenis tumbuhan. Pohon kapas, willows, dan pohon cemara adalah pepohonan dominan yang tumbuh di sepanjang sungai dan aliran anak sungai.Semak belukar seperti bayberry, kamperfuli atau honeysuckle, silverberry, buffaloberry, thimbleberry, dan chokecherry tumbuh subur di tanah subur yang basah. Bunga-bungaan pada umumnya termasuk columbine, monkey flower, mountain hollyberry, dan lupine.

Taman ini dibasahi oleh tiga sungai utama. Dua buah adalah anak sungai dari yang ketiga, yaitu the Snake River. Sungai Ular mengalir dari sepanjang daerah hulu Taman Nasional Yellowstone, lalu ke selatan melalui Jackson Hole. Aliran anak sungai pertama datang dari timur, the Buffalo Fork, mengalir melalui Buffalo Valley kemudian bergabung ke Sungai Ular dekat persimpangan Moran. The Gros Ventre River juga mengalir dari timur bergabung dengan Sungai Ular di utara dari West Gros Ventre Butte.


Mamalia datang ke aliran anak-anak sungai itu untuk minum dan mengambil keuntungan dari berlimpahnya of tumbuhan yang menawarkan makanan dan perlindungan. Rusa besar menjelajah semak belukar. Sungai mengalirkan makanan bagi berang-berang di pepohonan pada liang persembunyian mereka di tepi sungai. Ini masa mengumpulkan dan menyimpan makanan untuk persediaan pada musim dingin mendatang. Coyotes, bison, dan mule deer juga pada berdatangan menuju sungai dan anak-anak sungainya untuk minum dan sebagai tempat perlindungan.

Memang suatu tempat yang sungguh menakjubkan.

***


Semangat hidupnya sungguh mengagumkan.

diA memang mempesona. Namun dibalik semua kecantikan dan kelebihannya itu, tersimpan kerapuhan dan kekosongan hati. Latar belakang keluarga 'broken' menyebabkannya terkesan keras kepala. Padahal, sesungguhnya hatinya rapuh dan kosong.

Rapuh, karena semua penampilan luar itu hanyalah 'reputasi' belaka. Kosong, karena mendambakan kasih sayang keluarga yang tidak pernah didapatkannya.

Ayahnya seorang pengusaha garmen ternama di Pekanbaru, Riau. Jaringannya membentang dari Serambi Mekkah hingga ke pelosok Riau kepulauan. Di Jakarta menguasai juga sebagian pasokan bahan bagi sejumlah perusahaan lokal yang memproduksi pakaian dengan merek dunia ternama. Mulai dari Dior, Channel, hingga Guess disuplai olehnya.

Ibunya, membuka butik sekaligus desainer bagi kalangan menengah di Riau. Namanya cukup diakui sebagai perancang bervisi ke depan meski tidak meninggalkan tradisi dan budaya nenek moyang. Rancangannya dikenal sebagai perkawinan keanggunan dan kesopanan budaya Timur, khususnya Melayu-Riau, dengan simplisitas dan modernitas ala Barat.

Pasangan ini dikarunia dua puteri yang cantik. diA, sulung yang dilahirkan setahun setelah pasangan ini memutuskan membina bahtera rumah tangga bersama. Tiga tahun kemudian, Chayenne hadir menambah kebahagiaan keluarga muda sukses ini.

Keluarga sempurna tampaknya. Tapi dibalik kesuksesan itu terdapat keretakan hubungan yang mereka alami. Perkawinan yang telah berusia 11 tahun kandas karena adanya orang ketiga.

Sepanjang usia perkawinan mereka, praktis hanya lima tahun keluarga kecil ternama dan berada ini hidup bersama. Sisanya, dihabiskan masing-masing secara terpisah. diA dan Chayenne tinggal bersama ibunya di Riau, sementara ayahnya memilih menetap di Jakarta.

Namun kebersamaan kecil itu-pun tidaklah bertahan lama. Karena sesuatu hal, ibunya memutuskan mentitipkan diA di Jakarta tinggal bersama bibi dan neneknya.

Hingga sekarang Aku masih belum mengetahui alasannya.

Luka dan trauma masa lalu membentuknya menjadi pribadi yang keras dan mandiri. Namun sekali lagi dibalik semua 'kehebatan' itu, diA tetaplah seorang anak manusia. Kerapuhan dan kekosongan, berkuasa dan menghantui kehidupannya. Bahkan ternyata hingga dewasa dan menetap di Amerika.

Pengetahuan tentang masa lalu kelabunya itulah yang membuatku makin menyayangi dan mencintainya. Aku berjanji kepada Surga dan diriku sendiri 'tuk menjaga dan memberinya kasih sayang sebuah keluarga yang selama ini didambakannya.

Tentu saja seandainya kepercayaan dan kesempatan itu ada. Tentu pula asal diA mau membuka pintu hatinya dan mengizinkanku masuk, dan duduk makan semeja bersamanya.

Aku berjanji pada diriku, 'tuk coba dan terus mencoba mengetuk.

Seandainya diA mengusirku, Aku akan mengalah dan tidak marah. Namun tak beranjak dari serambi depan hatinya agar ku dapat menjaganya selalu, meski terpisah jarak dan waktu.

Seandainya tidak, ku akan tetap berdiri, mengetuk, sambil mengharapkan pintu tak bergagang dari sisi depan itu terbuka suatu saat nanti.

Tak bergagang dari sisi depan?

Ya. Tentu saja. Pintu itu hanya diA yang sanggup membuka, karena gagangnya hanya ada dibagian dalam hatinya saja.

Aku bukan pencuri kasar yang akan mendobraknya. Aku mengetuk dengan sopan dan lembut. Mengetuk sambil berharap kehangatan api diperapian hatinya, melelehkan kebekuan perasaannya.


Semoga.





(Bersambung....)


Chapter Three

November 8, Setahun lalu

Siang itu Aku sedang mengendarai mobilku menyusuri jalanan Jakarta. Bukannya tidak ada pekerjaan, tapi aku menyebutnya sebagai menjemput inspirasi. Ya. Inspirasi untuk tulisanku pada penerbitan selanjutnya.

Dengan ditemani pulpen kesayangan yang terkadang 'macet di tengah jalan', sebuah notes kecil, hp communicator, dan laptop kesayangan yang telah usur berumur, ku jemput harta terpendamku.

Selain mengendarai mobil, biasanya Aku melakukannya dengan membaca buku-buku di kamar tidur atau di perpustakaan sekaligus ruang kerja pribadiku di rumah sederhanaku. Inspirasi terkadang juga ku jemput sembari ber-surfing the internet ria, membaca artikel atau berita menarik lainnya yang terpampang di dunia maya.

Inspirasi malah terkadang yang menghampiriku. Sembari shopping kebutuhan hidup di pusat perbelanjaan atau sekedar berjalan-jalan di pusat keramaian. Make a or some vacations, ke Bali, Jogja, atau terkadang Singapura, negeri indah tetangga kita yang berbeda 180 derajat dengan nusantara tercinta ini. ^_^ Terkadang juga sambil bercengkrama mengunjungi keluarga dan teman lama, atau... mencari 'korban' untuk kencanku selanjutnya!

Hahh..??!

Hahaha.. sorry, Aku cuma bercanda aja. Tolong ya dilupakan kalimat terakhir tadi.. ^_^

Mmm, tapi sebenarnya tidak salah juga. ???

Maksudku, agak kurang tepat. Kadang sih.

So, lebih tepatnya mungkin adalah mencari teman wanita baru saja ya. ^_^ Terkadang secara tak kusadari ia bisa memberiku suatu gagasan cerita atau malah menjadi tokoh utama dari kisah yang akan segera kutulis selanjutnya. So, how lucky she is...☺ Hfiufhh… finally..! Hehehe…

Anyway, kembali ke cerita kita semula, kehidupan cepat Jakarta membuatku sumpek dan suntuk.

Aku berjalan menusuri Kyai Tapa, Grogol, yang bersahabat karib dengan kemacetan. Sambil kupelankan laju, kemudi mobil kubelokkan ke tepi jalan. Di sudut jalan kulihat ada sebuah 'restoran cepat saji' ala Jakarta. Tradisional dan Indonesia banget kata khalayak ramai. Orang kota biasanya menyebutnya sebagai ‘warteg’ alias warung Tegal. Halahhh... Hahahaha.. ^_^

Kebetulan perutku memang sedang keroncongan.

"Jadi, tepat lah judulnya...", gumanku dalam hati gembira menemukan tempat 'isi bensin' yang telah lama kucari juga.

Segera setelah ku parkir mobil, aku bergegas melangkah masuk.

Tidak begitu ramai. Terlihat hanya ada tiga orang pembeli, dua lelaki dan satu perempuan setengah baya. Masing-masing duduk terpisah, seakan mengatakan bahwa mereka memang tidaklah saling mengenal. Aku menghampiri tempat pemesanan. Penjualnya, seorang ibu berusia sekitar 50an tahun menyapaku hangat sambil mempersilahkan ‘tuk memilih masakan yang kuingini.

Tidak lama kemudian sambil menyantap nasi ayam sayur lodeh plus telor mata sapi setengah matang, entah apa gerangan aku teringat padanya.

Namanya diA.

(bersambung....)