Monday, April 28, 2008

Chapter Three

November 8, Setahun lalu

Siang itu Aku sedang mengendarai mobilku menyusuri jalanan Jakarta. Bukannya tidak ada pekerjaan, tapi aku menyebutnya sebagai menjemput inspirasi. Ya. Inspirasi untuk tulisanku pada penerbitan selanjutnya.

Dengan ditemani pulpen kesayangan yang terkadang 'macet di tengah jalan', sebuah notes kecil, hp communicator, dan laptop kesayangan yang telah usur berumur, ku jemput harta terpendamku.

Selain mengendarai mobil, biasanya Aku melakukannya dengan membaca buku-buku di kamar tidur atau di perpustakaan sekaligus ruang kerja pribadiku di rumah sederhanaku. Inspirasi terkadang juga ku jemput sembari ber-surfing the internet ria, membaca artikel atau berita menarik lainnya yang terpampang di dunia maya.

Inspirasi malah terkadang yang menghampiriku. Sembari shopping kebutuhan hidup di pusat perbelanjaan atau sekedar berjalan-jalan di pusat keramaian. Make a or some vacations, ke Bali, Jogja, atau terkadang Singapura, negeri indah tetangga kita yang berbeda 180 derajat dengan nusantara tercinta ini. ^_^ Terkadang juga sambil bercengkrama mengunjungi keluarga dan teman lama, atau... mencari 'korban' untuk kencanku selanjutnya!

Hahh..??!

Hahaha.. sorry, Aku cuma bercanda aja. Tolong ya dilupakan kalimat terakhir tadi.. ^_^

Mmm, tapi sebenarnya tidak salah juga. ???

Maksudku, agak kurang tepat. Kadang sih.

So, lebih tepatnya mungkin adalah mencari teman wanita baru saja ya. ^_^ Terkadang secara tak kusadari ia bisa memberiku suatu gagasan cerita atau malah menjadi tokoh utama dari kisah yang akan segera kutulis selanjutnya. So, how lucky she is...☺ Hfiufhh… finally..! Hehehe…

Anyway, kembali ke cerita kita semula, kehidupan cepat Jakarta membuatku sumpek dan suntuk.

Aku berjalan menusuri Kyai Tapa, Grogol, yang bersahabat karib dengan kemacetan. Sambil kupelankan laju, kemudi mobil kubelokkan ke tepi jalan. Di sudut jalan kulihat ada sebuah 'restoran cepat saji' ala Jakarta. Tradisional dan Indonesia banget kata khalayak ramai. Orang kota biasanya menyebutnya sebagai ‘warteg’ alias warung Tegal. Halahhh... Hahahaha.. ^_^

Kebetulan perutku memang sedang keroncongan.

"Jadi, tepat lah judulnya...", gumanku dalam hati gembira menemukan tempat 'isi bensin' yang telah lama kucari juga.

Segera setelah ku parkir mobil, aku bergegas melangkah masuk.

Tidak begitu ramai. Terlihat hanya ada tiga orang pembeli, dua lelaki dan satu perempuan setengah baya. Masing-masing duduk terpisah, seakan mengatakan bahwa mereka memang tidaklah saling mengenal. Aku menghampiri tempat pemesanan. Penjualnya, seorang ibu berusia sekitar 50an tahun menyapaku hangat sambil mempersilahkan ‘tuk memilih masakan yang kuingini.

Tidak lama kemudian sambil menyantap nasi ayam sayur lodeh plus telor mata sapi setengah matang, entah apa gerangan aku teringat padanya.

Namanya diA.

(bersambung....)

No comments: